Syaikh Abu Bakr ibn Dulaf ibn Jahdar 'asy-Syibli', dan Syaikh Abul Qasim al-Junaid, si 'Merak Kaum Terpelajar',
adalah dua guru Sufi awal. Mereka berdua hidup dan mengajar lebih dari
seribu tahun yang lalu. Kisah tentang masa belajar asy-Syibli di bawah
al-Junaid, diberikan di sini, diambil dari The Revelation of the Veiled,
salah satu dari buku-buku penting dalam bidangnya. al-Junaid sendiri
memperoleh spiritualitasnya melalui pengaruh Ibrahim ibnu Adham ('Ibnu
Adhem' dalam puisi Leigh Hunt), ia sebagaimana Budha, adalah seorang
pangeran yang turun tahta mengikuti tarekat (Jalan), dan meninggal pada
abad kedelapan.
Asy-Syibli, pejabat istana yang angkuh, pergi menemui al-Junaid, mencari pengetahuan sejati. Katanya, "Aku dengar bahwa engkau mempunyai karunia pengetahuan. Berikan, atau juallah padaku."
Al-Junaid berkata, "Aku
tidak dapat menjualnya padamu, karena engkau tidak mempunyai harganya.
Aku tidak memberikan padamu, karena yang akan kau miliki terlalu murah.
Engkau harus membenamkan diri ke dalam air, seperti aku, supaya
memperoleh mutiara."
"Apa yang harus kulakukan?" tanya asy-Syibli.
"Pergilah dan jadilah penjual belerang." Jawab al-Junaid.
Setahun berlalu, al-Junaid berkata padanya, "Engkau maju sebagai pedagang. Sekarang menjadi darwis, jangan jadi apa pun selain mengemis."
Asy-Syibli menghabiskan satu tahun mengemis di jalanan Baghdad, tanpa keberhasilan.
Ia kembali ke al-Junaid, dan sang Guru berkata kepadanya:
"Bagi ummat manusia, kau sekarang ini bukan apa-apa. Biarkan mereka bukan apa-apa bagimu. Dulu engkau adalah gubernur. Kembalilah sekarang ke propinsi itu dan cari setiap orang yang dulu kau tindas. Mintalah maaf pada mereka."
"Bagi ummat manusia, kau sekarang ini bukan apa-apa. Biarkan mereka bukan apa-apa bagimu. Dulu engkau adalah gubernur. Kembalilah sekarang ke propinsi itu dan cari setiap orang yang dulu kau tindas. Mintalah maaf pada mereka."
Ia
pergi, menemukan mereka semua kecuali seorang, dan mendapatkan
pengampunan mereka. Sekembalinya asy-Syibli, al-Junaid berkata bahwa ia
masih merasa dirinya penting. Ia menjalani tahun berikutnya dengan
mengemis. Uang yang diperoleh, setiap senja dibawa ke Guru, dan
diberikan kepada orang miskin. Asy-Syibli sendiri tidak mendapat makanan
sampai pagi berikutnya.
Ia diterima
sebagai murid. Setahun sudah berlalu, menjalani sebagai pelayan bagi
murid lain, ia merasa menjadi orang paling rendah dari seluruh makhluk.
Ia menggunakan ilustrasi perbedaan antara kaum Sufi dan orang yang tidak
dapat diperbaiki lagi, dengan mengatakan hal-hal yang tidak dapat
dipahami masyarakat luas.
Suatu hari,
karena bicaranya tidak jelas, ia telah diolok-olok sebagai orang gila di
masyarakat, oleh para pengumpat. Syaikh Dulaf asy-Syibli berkata:
Bagi pikiranmu, aku gila.
Bagi pikiranku, engkau semua bijak.
Maka aku berdoa untuk meningkatkan kegilaanku
Dan meningkatkan kebijakanmu
'Kegilaanku' dari kekuatan Cinta;
Kebijakanmu dari kekuatan ketidaksadaran.
Bagi pikiranmu, aku gila.
Bagi pikiranku, engkau semua bijak.
Maka aku berdoa untuk meningkatkan kegilaanku
Dan meningkatkan kebijakanmu
'Kegilaanku' dari kekuatan Cinta;
Kebijakanmu dari kekuatan ketidaksadaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar